Beranda > SIAT > Dinamika Islam di Brunei

Dinamika Islam di Brunei

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang

Negara Brunei Darussalam merupakan salah satu negara kerajaan Islam di utara Kalimantan berbatasan dengan Lautan Cina Selatan di utara, dan Serawak di barat, dan timur. Luas : 5765 km. Penduduk: 264.000 (1991). Komposisi penduduk: Melayu (69%), Asli (5%), Cina (18%), dan bangsa-bangsa lain (8%). Agama resmi Islam (67%) dengan bermazhab Syafi’i. Sedang yang lainnya Budha (14%), Kristen (9,7%) dan lainnya (12%) termasuk agama pribumi suku dayak. Bahasa resmi Melayu. Ibukota Bandar Sribegawan. Mata uang: Dollar Brunei (100 Cents). Sumber utama penghasilan negara: gas bumi dan minyak.

Populasi penduduk Brunei adalah 301.000 yang terdiri dari 70,5 % orang Melayu yang umumnya bekerja di pemerintahan dan sipil, orang Cina 16 % dimana 80 % nya tidak terakomodasi sebagai warga negara resmi, dan beberapa kelompok lokal seperti orang Iban, Kedayan, Kayan, Kenyah, Kiput, Muru dan Tutung, pendatang yang berjumlah 8,2 % umumnya sebagai pekerja industri yang berasal dari Inggris 6.000 orang, Asia Selatan 4.200 orang, Gurkha 1.000 orang, Korea dan Fhilipina.

Bahasa Melayu menjadi bahasa utama, disertai bahasa Inggris, Cina, Iban, dan belasan dialek daerah yang berjumlah 17 bahasa. Brunei dikenal sebagai salah satu negara terkaya di Asia karena hasil minyak buminya.

Negara ini mempunyai otoritas tidak hanya meliputi seluruh Pulau Borneo tetapi juga beberapa bagian pulau-pulau Suluh dan Fhilipina namun mulai abad ke-17 lebih-lebih pada abad ke-18 dan ke-19. Kekuasaan kesultanan Brunei mulai berkurang akibat adanya konsesi yang dibuat dengan Belanda, Inggris, Raja Serawak, British North borneo Company dan serangan-serangan para pembajak. Pada abad ke-19 wilayah negar Brunei Darussalam tereduksi menjadi sangat ecil smpai batas-batas yang ada sekarang.

Pada tahun 1847 Sultan Brunei mengadakan perjanjian dengan Inggris Raya untuk memajukan hubungan dagang dan penumpasan para pembajak. Perjanjian berikutnya diadakan pada tahun 1881 yaitu perjanjian negara Brunei berada dibawah proteksi Inggris Raya. Pada tahun 1963 negara Brunei berbentuk negara Merdeka Melayu Inggris dengan tidak bergabung dengan federasi Malaysia. Sampai akhirnya tanggal 1 Januari 1984 Brunei Darusalam menjadi negara Kesulatanan yang merdeka dan berdaulat.

Bentuk pemerintahan Brunei menurut konstitusi di kesultanan dijalankan oleh Majelis Umum, Dewan Menteri, dan Badan Legislatif. Sultan mempunyai kekuasaan yang sangat besar kuasa eksekutif tertinggi berada di tangan Sultan sebagai Menteri Besar (Ketua Menteri).

1.2.             Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini, penulis memiliki beberapa rumusan masalah, diantaranya :

  1. Bagaimanakah sejarah singkat Negara Brunei Darusalam?
  2. Bagaimanakah sejarah Islam di Brunei Darusalam dari awal hingga kini?
  3. Bagaimanakah sistem pemerintahan Bruunei Darusalam?
  4. Bagaimanakah penerapan hukum Islam di Brunei Darusalam?


BAB II

ISI

2.1. Brunei Darusalam

Brunei Darusalam merupakan salah satu negara paling kaya di dunia. Salah satu simbol kekayaan itu adalah Istana Nurul Iman, tempat tinggal keluarga Sultan yang sangat besar dengan kubah berlapis emas. Material untuk interior dan eksterior disebut-sebut didatangkan dari Italia, Inggris dan Hong Kong.

Kekayaan negara beribukota Bandar Seri Begawan itu, berasal dari penjualan minyak buminya yang menyumbang 92 persen dari total pendapatan nasional. Ladang minyak terpenting Brunei, terdapat di Seria, sebuah kawasan pesisir. Selain itu di ladang minyak lepas pantai Kuala Belait, Jerudong dan Ampar.

Dari sumur-sumur minyak itu, Brunei memproduksi 200-an ribu barrel minyak per hari. Angka itu di bawah produksi minyak Indonesia yang mencapai 1,5 juta barrel per hari. Namun wilayah Brunei yang hanya 5.765 km2 dan dihuni oleh 300-an ribu penduduk, membuat kemakmuran yang dicapai Brunei jauh di atas kemakmuran Indonesia. Pendapatan perkapita Brunei mencapai 15 ribu dolar AS per tahun.

Namun yang memutar roda perekonomian Brunei, bukanlah penduduk asli yang bersuku bangsa Melayu. Orang Cina menguasai perdagangan dan orang Inggris menguasai industri di negara yang wilayahnya dibatasi oleh Laut Cina Selatan di utara dan Malaysia di selatan, barat dan timur.

Kemakmuran yang dinikmati warga Brunei, menjadikan negara itu memiliki stabilitas politik dan ekonomi yang tinggi. Selain itu, mayoritas masyarakat juga cenderung tidak berpolitik. Mereka menyerahkan berbagai urusan pada negara di bawah kepemimpinan Sultan Hassanal Bolkiah. Sultan juga merangkap jabatan sebagai perdana menteri kepala pemerintahan dan menteri dalam negeri. Sedangkan jabatan strategis lainnya diserahkan pada adik-adik dan keluarga kerajaan.

Semula Brunei merupakan sebuah kerajaan kecil yang sempat berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Pada masa kejayaan Majapahit, Brunei memiliki hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di pulau Jawa dan di Kepulauan Nusantara lainnya seperti Sambas, Kutai, Banjar dan Bugis.

Brunei mengubah bentuk kerajaan menjadi kesultanan bersamaan dengan masuknya Islam ke sana, pada abad ke-15. Tahun-tahun berikutnya menjadi masa kejayaan kesultanan tersebut. Daerah kekuasaannya meluas hingga ke Filipina selatan. Saking jayanya, satu catatan sejarah menyebutkan Brunei menjadi tempat perlindungan yang aman bagi para perompak. Pasalnya, tak ada armada yang berani menyambangi Brunei.

Sepanjang sejarahnya, Brunei tercatat hanya mengalami dua kali pertikaian politik. Pertama, tak lama setelah kedatangan orang Eropa pertama di Brunei. Pada tahun 1521, pelaut Spanyol Magellan mendaratkan dua kapalnya di sana. Pemberontakan rakyat dipicu ketaksukaan mereka atas campur tangan orang asing dalam pemerintahan.

Paman Sultan, Raja Muda Hasim, yang menjabat perdana menteri gagal memadamkan pemberontakan itu. Akhirnya bantuan asing dipimpin petualang Inggris, James Brooke pun ikut campur tangan atas permintaan sultan. Sebagai bayaran atas kesuksesan Brooke menumpas pemberontakan, ia diangkat sebagai raja atas wilayah Kuching, Bau dan Lundu. Akhirnya, sejak 1888 Brunei menjadi daerah protektorat Inggris.

Pada 1962, terjadi pemberontakan rakyat yang kedua dipimpin oleh Azhari. Ia menuntut kemerdekaan Kalimantan Utara yang meliputi wilayah Shabah, Serawak dan Brunei. Namun pemberontakan yang memperoleh dukungan pemerintah Soekarno di Indonesia saat itu, berhasil dipatahkan tentara Inggris. Baru pada 1971, Inggris memberikan kebebasan untuk menjalankan pemerintahan sendiri kepada Brunei.

Meski cukup lama berada di bawah pengaruh kolonialisme Inggris, namun secara kultural Islam sangat mewarnai kehidupan rakyat dan pemerintah Brunei. Islam menjadi agama mayoritas (63 persen) yang dianut rakyat Brunei, kedua agama Budha (14 persen) dan Kristen (8 persen). Brunei memberikan pendidikan gratis pada masyarakatnya.

 

 

2.2. Awal Sejarah Islam di Brunei Darusalam

Islam diperkirakan telah datang ke brunai sejak abad ke-15. Catatan portugis oleh de Brito tahun 1514, menyatakan bahwa raja Brunei masih belum masuk islam tetapi para pedagangnya sudah muslim. Laporan lain menyebutkan ketika Pegaffeta mendarat dipantai Brunai pada tahun 1521, ia telah melihat adanya kota dengan penduduk yang padat. Sultan tinggal disebuah pemukiman yang dikelilingi benteng. Pendatang disambut dengan upacara kebesaran. Walaupun memberikan dukungan kepada muslim tetapi raja Awang Alak Betatar baru memeluk islam pada masa kemudian dan diberi gelar Sultan Muhammad Syah (1363-1402).[1]Dialah sultan Brunai pertama dan penguasa Brunei saat ini merupakan keturunannya. Secara tradisional, sultan bertanggung jawab terhadap penegakan tradisi islam, meski tanggung jawab tersebut biasanya secara resmi didelegasikan kepada pejabat yang ditunjuk.

Pada tahun 1402 Sultan Muhammad Syah digantikan oleh Sultan Ahmad (1408-1425). Meski namanya tidak disebutkan dalam salasilah raja-raja Brunei, namun tercatat dalam sejarah cina. Pada tahun 1406, misalnya, ia mengirim seorang duta ke Cina yang dikenal dengan Ma-na-je-ka-na. Dia juga pernah menjadi pemimpin delegasi dari Brunei ke Cina.[2] Ia meninggal tahun 1425.

Dengan Islam, Brunei mempertegas dan memperluas perannya sebagai kekuasaan dagang yang kuat dan independen. Usaha dagang Brunei dan wilayah kekuasaannya bertambah bersamaan dengan dengan penyebaran islam yang meliputi kerajaan-kerajaan melayu di Borneo dan Filipina. Selama penyebaran islam tahap awal, banyak ulama arab yang menikah dengan keluarga kerajaan Brunei. Yang sangat terkenal diantaranya adalah Syrif Ali dari Taif yang kemudian menikah dengan saudara perempuan sultan Brunei kedua. Syarif Ali berikutnya naik tahta sebagai sultan Brunei ketiga pada tahun 1425. “Darussalam” adalah term arab yang ditambahkannya pada kata Brunei, berarti negeri yang damai, untuk menegaskan islam sebagai agama resmi Negara dan untuk meningkatkan syiarnya. Dialah orang pertama yang mendirikan mesjid dan memperkuat keyakinan islam di Brunei. Dia juga yang memulai membangun kota batu (Stone Fort), bagian timur kota Brunei, sekarang dikenal dengan Bandar Seri Bengawan. Syarif Ali yang juga dikenal dengan Sultan Berkat digantikan putranya sultan Sulaiman,(1432-1485). Ia melanjutkan pembangunan kota batu dan menyebarkan ajaran islam. Ia dikenal sebagai Adipati atau Sang Aji Brunai. Ia turun tahta tahun1485 dan meninggal tahun 1511.

Brunei mencapai masa kejayaannya pada masa pemerintahan sultan ke-5, Nakhoda Ragam, yang bergelar Sultan Bolkiah (1485-1584). Ia berhasil menaklukkan seluruh Borneo sampai bagian utara Luzon, kepulauan Filipina. Dibawah kepemimpinannya, ia membentuk angkatan perang. Ibu kota Brunei kemudian dibuatkan benteng keliling sebagai pertahanan.[3] Wilayah kekuasaannya meluas hingga kerajaan Sambas, Pontianak, Banjarmasin, Kutai, Balangon, kepulauan Sulu, Kepulauan Balabak, Banggi Balambangan dan Palawan. Antonio Pigafetta, penulis kronik dari itali mengunjungi Brunai pada masa pemerintahan sultan Bolkiah. Dia menuliskan tentang kemegahan istana kerajaan dan kemewahan pemandangan ibu kota.

Sultan Bolkiah digantikan putranya sultan Abdul Kahar (1524-1530), seorang yang saleh dan disinyalir memiliki kekuatan supranatural (keramat). Pada tahun 1521, Ferdinand Magellan dan Antonio Pigafetta menemuinya, dimana pada saat itu dia masih menjabat sebagai pemangku sultan. Pada masanya, banyak ulama yang datang ke Brunei untuk menyebarkan agama islam. Iaa turun tahta pada tahun 1530 dan dikenal sebagai paduka Segi Begawan Sultan Abdul Kahar.

Dalam sejarahnya, kekuasaan kesultanan Brunei sangat kuat dari abad ke-14 hingga abad ke-16. Pengaruh Eropa secara berangsur-angsur mengambil kekuasaan Brunei. Brunei pernah mengalami perang singkat dengan Spanyol yang menyebabkan ibu kota Brunei diduduki Spanyol. Meski pada akhirnya kesultanan memenangkan perang dengan Spanyol namun banyak daerah kekuasaannya yang hilang. Kemunduran kerajaan brunei mengalami puncaknya pada abad ke-19, ketika raja Putih dari Serawak menguasai sebagian wilayah kekuasaan Brunei, hingga hanya menyisakan wilayah seperti sekarang ini. Brunei kemudian dijajah oleh inggris dari tahun 1888-1983. Meski tidak melepaskan kedaulatannya kepada Inggris, namun perjanjian tahun 1888, menjadikan kesultanan Brunei sebagai wilayah protektorat Inggris. Urusan dalam negeri ditangani oleh sultan , sedangkan urusan pertahanan Negara, keamanan dalam negeri dan hubungan luar negerimenjadi tanggung jawab kerajaan inggris. Dalam prakteknya Inggris tetap mencampuriurusan dalam negeri Brunei. Hal ini karena Brunei mau menerima menerima penasehat Inggris, yang memberikan nasehatnya selain menyangkut persoalan agama. Agama tetap memainkan peranan penting dalam masyarakat. Demikian juga bahasa melayu tetap menjadi media komunikasi dan pengajaran agama dalam masyarakat muslim Brunai. Pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam telah berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya.

2.3. Politik Negara Brunei Darusalam

Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak pemerintahan monarki absolut dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap seagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri. Sultan Hassanal Bolkiah yang gelarnya diturunkan dalam wangsa yang sama sejak abad ke-15, ialah kepala negara serta pemerintahan Brunei. Baginda dinasihati oleh beberapa majelis dan sebuah kabinet menteri, walaupun baginda secara berkesan merupakan pemerintah tertinggi. Media amat memihak kerajaan, dan kerabat kerajaan melestarikan status yang dihormati di dalam negeri.

Brunei tidak memiliki dewan legislatif, namun pada bulan September 2000, Sultan bersidang untuk menentukan Parlemen yang tidak pernah diadakan lagi sejak tahun 1984. Parlemen ini tidak mempunyai kuasa selain menasihati sultan. Disebabkan oleh pemerintahan mutlak Sultan, Brunei menjadi salah satu negara yang paling stabil dari segi politik di Asia.

Pertahanan Keamanan Brunei mengandalkan perjanjian pertahanan dengan Inggris di mana terdapat pasukan Gurkha yang terutama ditempatkan di Seria. Jumlah pertahanan keamanannya lebih kecil bila dibandingkan dengan kekayaannya dan negara negara tetangga. Secara teori, Brunei berada di bawah pemerintahan militer sejak pemberontakan yang terjadi pada awal dekad 1960-an. Pemberontakan itu dihancurkan oleh laskar-laskar Britania Raya dari Singapura.

Brunei memiliki dengan hubungan luar negeri terutama dengan negara negara ASEAN dan negara negara lain serta ikut serta sebagai anggota PBB. Kesultanan ini juga terlibat konflik Kepulauan Spratly yang melibatkan hampir semua negara ASEAN (kecuali Indonesia, Kamboja, Laos dan Myanmar), RRC dan Republik Cina. Selain itu terlibat konflik perbatasan laut dengan Malaysia terutama masalah daerah yang menghasilkan minyak dan gas bumi. Brunei menuntut wilayah di Sarawak, seperti Limbang. Banyak pulau kecil yang terletak di antara Brunei dan Labuan, termasuk Pulau Kuraman, telah dipertikaikan oleh Brunei dan Malaysia. Bagaimanapun, pulau-pulau ini diakui sebagai sebagian Malaysia di tingkat internasional.

·        Raja-raja Brunei

Raja-raja Brunai Darusalam yang memerintah sejak didirikannya kerajaan pada tahun 1363 M yakni:

  1. Sultan Muhammad Shah (1383 – 1402)
  2. Sultan Ahmad (1408 – 1425)
  3. sultan Syarif Ali (1425 – 1432)
  4. Sultan Sulaiman (1432 – 1485)
  5. Sultan Bolkiah (1485 – 1524)
  6. Sultan Abdul Kahar (1524 – 1530)
  7. Sultan Saiful Rizal (1533 – 1581)
  8. Sultan Shah Brunei (1581 – 1582)
  9. Sultan Muhammad Hasan (1582 – 1598)
  10. Sultan Abdul Jalilul Akbar (1598 – 1659)
  11. Sultan Abdul Jalilul Jabbar (1669 – 1660)
  12. Sultan Haji Muhammad Ali (1660 – 1661)
  13. Sultan Abdul Hakkul Mubin (1661 – 1673)
  14. Sultan Muhyiddin (1673 – 1690)
  15. Sultan Nasruddin (1690 – 1710)
  16. Sultan Husin Kamaluddin (1710 – 1730) (1737 – 1740)
  17. Sultan Muhammad Alauddin (1730 – 1737)
  18. Sultan Omar Ali Saifuddien I (1740-1795)
  19. Sultan Muhammad Tajuddin (1795-1804) (1804-1807)
  20. Sultan Muhammad Jamalul Alam I (1804)
  21. Sultan Muhammad Kanzul Alam (1807-1826)
  22. Sultan Muhammad Alam (1826-1828)
  23. Sultan Omar Ali Saifuddin II (1828-1852)
  24. Sultan Abdul Momin (1852-1885)
  25. Sultan Hashim Jalilul Alam Aqamaddin (1885-1906)
  26. Sultan Muhammad Jamalul Alam II (1906-1924)
  27. Sultan Ahmad Tajuddin (1924-1950)
  28. Sultan Omar ‘Ali Saifuddien III (1950-1967)
  29. Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah (1967-kini)

2.4. Perkembangan Kontemporer Isalam di Brunei

Brunai memperoleh kemerdekaannya dari Inggris pada tahun 1984. Konstitusi Brunei menegaskan bahwa agama resmi Brunai Darussalam adalah ISLAM mengikut mazhab Shafi’i. Penduduk Brunei Darusalam hanya berjumlah 370 ribu orang dengan pendapatan berkapita sekitar 23,600 dollar Amerika atau sekitar 225 juta rupiah ini, 67 persennya beragama Islam. Budha 13 persen, Kristen 10 persen dan kepercayaan lainnya sekitar 10 persen. Islam adalah agama resmi kerajaan Brunei Darusalam yang dipimpin oleh Sultan Hasanal Bolkiah. Sultan Bolkiah mengikrarkan negaranya Brunei Darusalam sebagai negara Islam-Melayu-Beraja. Agama lain seperti Kristen, budha, dan hindu dapat dianut dan dilaksanakan secara damai dan harmonis, namun pemerintah menegaskan sejumlah batasan bagi pemeluk agama non-islam, antara lain pelarangan bagi non-muslim untuk menyebarkan ajaran agamanya. Akhir tahun 2000 dan 2001 pemerintah menahan beberapa orang kristen, karena dugaan aktivitas subvertif (bawah tanah). Mereka akhirnya dilepas pada bulan oktober 2001 setelah bersumpah setia pada sultan. Tidak dibenarkan satu sekolahpun, termasuk sekolah swasta mengajarkan ajaran agama selain islam, termasuk materi perbandingan agama. Selain itu, seluruh sekolah termasuk sekolah cina dan Kristen diharuskan mengajarkan materi pelajaran islam kepada seluruh siswanya.

Berbagai pemeluk agama hidup berdampingan secara damai, namun interaksi gereja terhalang oleh etos islam yang dominan yang tidak memperbolehkan pemeluk islam mempelajari keyakinan agama lain. Pada saat yang sama, tokoh-tokoh islam mengorganisir sejumlah kegiatan untuk mengajarkan dan menyebarkan islam yang mereka istilahkan dengan “dialog” meski dengan kenyataannya hanya berbentuk informasi satu arah.

Kerajaan Brunai dikenal menganut idiologi kerajaan islam melayu atau Melayu Islam Beraja (MIB). Berbagai pertemuan dan acara seremonial ditutup dengan doa. Pada setiap acara kenegaraan , non-muslim diharuskan memakai pakaian nasional yang mencakup tudung kepala bagi perempuan dan kopiah bagi laki-laki, kostum yang relative identik dengan busana muslim. Seperti yang ditegaskan oleh sultan Haji Hassanal Bolkiah Muizzaddin wa Daulah mengawali tahun 1991 : “melayu islam beraja harus menegaskan identitas dan citra Brunai Darussalam yang kokoh ditengah-tengah Negara non-sekuler lainnya di dunia”. Sebuah surat kabar resmi pemerintah menjelaskan tentang Melayu Islam Beraja sebagai berikut :

“Kerajaan islam melayu menyerukan kepada masyarakat untuk setia kepada rajanya, melaksanakan Islam dan menjadikannya sebagai jalan hidup serta menjalani kehidupan dengan mematuhi segala karakteristik dan sifat sejati bangsa melayu Brunei Darussalam, termasuk menjadikan bahasa melayu sebagai bahasa utama”.[4]

Seiring dengan penekanan akan urgensi Melayu Islam Beraja (MIB) sebagaimana ditegaskan pemerintah awal tahun1991 ditandai dengan bermacam perayaan peristiwa-peristiwa keagamaan, mulai dari isra’mi’raj nabi Muhammad, perayaan nuzul qur’an, perayaan hari raya idul fitri, memperingati tahun baru hijrah, serta keikutsertaan Brunai dalam berbagai forum islam regional dan internasional, misalnya dengan menjadi tuan rumah pertemuan komite eksekutif dewan dakwah islam regional asia tenggara, menghadiri pembukaan festival budaya islam diJakarta, serta menghadiri konferensi organisasi konferensi isalam (OKI).

Pemerintah melarang jual beli minuman keras. Sultan juga melarang pergerakan Al-Arqam yang dinilai banyak kalangan sebagai gerakan yang menyabarkan ajaran sesat. Hal ini mencerminkan kokohnya pendirian pemerintah dalam menghadapi organisasi sempalan islam. Lebih jauh, besarnya perhatian sultan tehadap aktivitas-aktivitas keislaman seperti dikemukakan diatas, dapat diinterpretasikan sebagai dukungan pemerintah terhadap proses islamisasi dimana berperan sebagai tali penghubung antara, dan juga sebagai perwujudan dari islam dan kultur melayu Brunai.

Karena itu, MIB, nampaknya sangat digambarkan sebagai upaya pemerintah untuk membangun sebuah idiologi nasional serta mengartikulasikan budaya nasional sehingga diharapkan dapat memberikan arah dalam mengelola perubahan social yang cepat, dan dalam pembangunan bangsa. Melayu Islam Beraja berkaitan erat dengan evolusi adat istiadat dan tradisi melayu Brunai. Melayu MIB, pemerintah mengiginkan agar nilai-nilai budaya melayudan norma islam dijalankan. Acara-acara upacara keagamaan yang banyak tertera dalam kalender muslim memberikan gambaran tentang bagaimana idiologi nasional itu diungkapkan dalam kehidupan berbangsa.

Posisi sentral islam lagi-lagi diperkuat dengan didirikannya tabung amanah islam Brunei (TAIB) atau dana amanah islam Brunai, yaitu lembaga financial pertama di Brunai yang dijalankan berdasrkan syari’at islam. Diantara tujuan TAIB adalah mengelola dana TAIB, dan kemudian mendukung investasi dan perdagangan yang meliputi investasi dibidang bursa dan pasar uang, berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi dan industry baik didalam maupun diluar negri, dan menjalankan fungsi-fungsi lainnya yang akan diatur secara berkala. Lembaga ini beropersi memalui sistim tabungan dan tabungan itu kemudian diinvestasikan dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan akan diberikan kepada investor pada periode tertentu setelah dipotong zakat dan biya manajemen TIAB.[5]

Pada acara pembukaan TAIB, sultan menyatakan bahwa Brunei sedang berusaha untuk mendirikan bank islam. Dia menyatakan bahwa bank internasional Brunei dapat menjadi modal pertama untuk bank islam di negeri tersebut.Kesimpulannya, aktivitas-aktivitas ini berfungsi untuk memperkokoh posisi sentral islam, baik sebagai komponen penting dala idologi nasional maupun sebagai prinsip yang mengatur kehidupan sehari-hari.[6]

Lemahnya sumberdaya manusia masih menjadi salah satu persoalan yang masih dihadapi Brunei seperti yang disingung oleh meentri kabinet dan pejabat pelayanan masyarakat lainnya. Hal ini semakin terasa terutama bila dikaitkan dengan tantangan mengelola perubahan dalam konteks pembangunan nasional. Lemahnya SDM dapat dilihat sebagai salah satu factor kausal mengapa Brunei daharapkan pada peningkatan pengangguran, dan beberapa pekerjaan tertentu masih memperkerjakan orang asing. Solusi utama yang dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan ini adalah dengan memberikan pelatihan pada generasi muda. Bahasa melayu dan Inggris juga mendapat penekanan dalam pendidikan di Brunei. Semua disiplin ilmu utama setelah tiga tahun dari pendidikan dasar diajarkan dalam bahasa inggris. Penekanan pada bahasa Inggris ini diimbangi dengan pengajaran MIB, sepeti pendidikan moral dan pengajaran agama islam disekolah. Mahasiswa juga diwajibkan untuk mempelajari materi MIB selama satu tahun.

Dalam rangka melahirkan SDM yang mapan, diBrunei terdapat sejumlah pendidikan, antaralain Universitas Brunei Darussalam (UBD). Universitas ini bediri sejak tahun 1985. Tahun 1991 tercatat, universitas ini telah menghasilkan 500 sarjana. Tahun 1991 sebelum memorandum of understanding (MOU) telah ditandatangani dengan UTM untuk memperkuat kerjasama dalam pendidikan dan pelatihan.

2.5. Hukum di Brunei Darusalam    

Kesultanan Brunei Darussalam mempunyai sejarah yang cukup panjang. Secara kultural, hukum yang berlaku di Brunei Darussalam tidak jauh berbeda dengan tetangganya Malaysia, karena keduanya memang mempunyai akar budaya yang sama. Meskipun sejak 1888 – 1984 Brunei menjadi negara protektorat Inggris, namun hal tersebut tidak menyebabkan hukum Islam tidak berlaku di Brunei Darussalam. Sikap Inggris terhadap Islam sangat berbeda dengan sikap Belanda, terutama terhadap penduduk negeri jajahannya. Kalaupun Inggris ikut campur tangan, yang mereka lakukan adalah menempatkan Islam di bawah wewenang para Sultan, sehingga agama menjadi kekuatan yang konservatif.

Pola hukum Islam yang dianut oleh penduduk Brunei lebih banyak dipengaruhi oleh mazhab Syafii. Sistem Hukum dan Pengadilan mereka lebih banyak dipengaruhi oleh hukum adat Inggris Sampai dekade sekarang ini sistem hukumnya, kecuali hukum-hukum agama Islam, masih didominasi oleh sistem hukum Inggris. Bahkan Mahkamah Agung/Hakim Agungnya masih dirangkap oleh Mahkamah Agung/Hakim Agung Hongkong. Hukum Perdata Islam bagaimanapun juga dapat terhindar dari upaya modernisasi (bacawestern isa si).

Pengadilan Syariah (Mahkamah Qadi) secara tradisional mengurus masalah- masalah perdata Islam (perkawinan, perceraian, hubungan keluarga, amanah masyarakat, nafkah dsb) berdasarkan mazhab Syafii. Sistem ini tetap dipertahankan sebagai pranata hukum dan politik Sultan.Sejak tahun 1898 setidak-tidaknya telah terjadi 6 kali perubahan (penyempurnaan) peraturan perundang-undangan yang mengatur kehidupan keagamaan masyarakat Brunei Darussalam, yaitu Undang- Undang tahun 1898, 1955, 1956, 1957, 1960, 1961 dan 1967. Hal ini secara sepintas mengesankan adanya dinamika dalam kehidupan hukum Islam di Brunei Darussalam. Hanya saja seberapa jauh dinamika itu terjadi perlu mendapat kajian lebih lanjut dan lebih mendalam.

Kesan adanya dinamika tersebut, ternyata sifatnya lebih konservatif. Hal ini disebabkan oleh kultur masyarakat Melayu (Brunei), terutama struktur kelas masyarakat tidak mengalami perubahan secara tajam. Jika perubahan struktur masyarakatnya terjadi secara tajam, tentu saja akan memberikan interpretasi yang lebih progresif terehadap Islam di Brunei. Persoalannya semakin menarik untuk dikaji, apakah dinamika itu terjadi sebagai akibat perubahan yang terjadi dalam masyarakat, ataukah sesungguhnya terjadi sebagai akibat terjadinya perubahan kebijakan politik Sultan.

Lebih lanjut dapat juga dicermati apakah dinamika itu terjadi masih dalam ruang lingkup mazhab Syafii, ataukah sudah keluar dari mazhab Syafii atau bahkan mungkin telah menggunakan model-model pembaharuan yang dilakukan oleh dunia muslim pada umumnya yaitu dengan mengadopsi perundang-undangan Barat.

Untuk menjawab persoalan di atas bukanlah pekerjaan yang mudah terutama karena langka dan terbatasnya literatus yang dapat untuk dirujuk. Oleh sebab itu yang dapat kita lakukan adalah mencoba menjelaskan isi beberapa Undang-Undang yang disebutkan terdahulu, terutama Undang-Undang Ugama dan Mahkamah Qadi 1955 dan selanjutnya membandingkan beberapa pasalnya dengan fatwa-fatwa Mufti Kesultanan Brunei yang muncul kemudian.

Brunei pra Islam pernah berada di bawah kekuasaan kerajaan Malaka, Cina, Sriwijaya dan Majapahit1 yang beragama Hindu. Pengaruh kebudayaan Hindu terjelma dalam bentuk upacara, adat istiadat, bahasa (Sanskrit); terutama untuk gelar- gelar pembesar negri, bahkan sampai sekarang penga-ruh bahasa Sanskrit itu masih terasa, Hal ini umpamanya masih terlihat ketika pelantikan pembesar-pembesar negri. Contohnya ketika Sultan Hasanal Bolkiah tahun 1967 dikukuhkan menjadi Sultan masih menggunakan bahasa Sanskrit, meskipun ditambah dengan bahasa Arab.2Hal yang sama terjadi kembali ketika pengukuhan putra mahkota oleh Sultan Hasanal Bolkiah beberapa waktu yang lalu. Sedangkan pengaruh Cina terlihat dalam tata cara berpakaian3 Masuknya Islam ke Brunei sejalan dengan masuknya Islam ke Nusantara, dan setidak-tidaknya terjadi selepas Malaka jatuh ke tangan Portugisb tahun 1511 M.4

Kerajaan Brunei mempunyai warisan sejarah tua yang berkaitan dengan sejarah tua kerajaan Melayu Islam, seperti Perlak, Pasai, Malaka, Demak dan Aceh. Puncak kekeuasaannya adalah sekitar abada 15, Brunei telah menguasai tidak saja Borneo, bahkan seba gian kepulauan Pilipina termasuk Sulu.5 Rajanya yang pertama

memeluk Islam adalah Awang Alak Betatar, yang bergelar Sultan Muhammad Syah (1368)-1415).6 Islam berkembang atas jasa seorang keturunan Saidina Hasan bernama Syarif Ali dari Thaif, yang kemudian kawin dengan anak saudara Sultan Muhammad Syah. Samapi saat ini Sultannya telah berjumlah 29 orang, dan yang terakhir adalah Sultan Hasanal Bolkiah, yang telah memerintah sejak 1967.

Penduduk Brunei saat ini lebih kurang 300.000 orang, tahun 1989 baru 267.000 jiwa,7 padahal sebelumnya tahun 1960 baru 83.877 jiwa, 1971 – 136.251 jiwa, 1973 – 145.170 jiwa dan 1982 – 230.390 jiwa8 yang menyebar di seluruh wilayah Brunei, terutama di daerah perkotaannya; 44% di daerah muara (Sri Begawan), 31% di kota Sria dan Kuala Bekait, 12 % di daerah Tutong dan 3% di daerah Tamburay. Mayoritas penduduk merupakan suku Melayu (61%), duk pribuni lain (Melanau, Kedayan, Iban dll) 8,3%, Cina % dan sisanya etnis lain. Agama : Islam 63,4 %, Budha 14 %, Kristen 9,7 %, lain-lain 12,9 %. Lebih dari 80 % penduduknya yang berusia 15 tahun ke atas sudah bebas dari buta aksara.9 Mayoritas penduduknya adalah generasi muda; 40 % berumur sekitas 20 tahun, 35 % 21-40 tahun dan 25 % di atas 40 tahun.

Sejak tahun 1950 an telah dikirim pelajar-pelajar ke luar negeri, terutama ke
madrasah Al-Junaid di Singapura adan al-Azhar Cairo. Pada tahun 1960 an, telah ada
60 lulusan al-Azhar (Lc dan MA). Sejak adanya alumni-alumni Al-Junaid dan Al-
Azhar tersebut dibuatlah Madrasah. Pendidikan sampai tingkat Universitas diberikan
secara cuma-cuma. Beasiswa kerajaan diberikan kepada mereka yang dia
nggap layak ke luar negeri, sampai dengan tahun 1984 sudah ada lebih kurang 2000
orang yang belajar di luar negeri.

Sampai dengan tahunn 1972 pendidikan guru Brunei masih mengacu kepada sistem pendidikan guru di Johor Malaysia).10 Cirinya penekanan pada pelajaran al- Quran dan ibadah Shalat. Barulah pada tahun 1972 mereka mulai melakukan pendidikan agama sendiri. SLTA agama baru ada pada tahun 88 Semula di Brunei berlaku hukum Kanun Brunei yang mempunyai banyak persamaan dengan hukum Kanun Malaka, Johor, Pahang, Kedah, Riau dan Pontianak.11 Hukum Kanun Malaka ini didasarkan pada hukum Islam bermazhab Syafii yang isinya meliputi; kewajiban- kewajiban raja, larangan-larangan buat rakyat, pidana, hukum keluarga, ibadah, muamalah dll.

Hukum Kanun Brunei berlaku sejak zaman Sultan Bolkiah (1473-1521). Zaman Sultan Saiful Rijal 1575-1600) di Brunei telah ada pengadilan terhadap orang- orang yang bersalah yang dihukum berdasarkan Hukum Kanun Brunei. Undang-Undang Melaka, semula terdiri dari 19 pasal, kemudian berubah menjadi 20 pasal dan terakhir menjadi 44 pasal, setidak-tidaknya 18 pasalnya diatur menurut ketentuan hukum Islam, misalnya :

– pasal 5 : tt jinayah berlaku qisas
– pasal 7 : pencurian, bisa denda, bisa juga potong tangan
– pasal 12 : perzinaan ; tidak dirajam, tapi bisa ganti rugi dan mengawini, jika istri orang minta maaf di depan khalayak ramai dan denda
– pasal 25 : syarat ijab qabul
– pasal 26 : syarat saksi
– pasal 27 : talak dan rujuk
– pasal 28 : ” Cina buta”
– pasal 30 : bungan, riba dan jual beli
– pasal 37 : kesaksian untuk penetapan had ; mabuk, mencuri, membunuh, qisas dsb
– pasal 32 : sulhu
– pasal 34 : hukum amanah
– pasal 36 : shalat
– pasal 38 : pembuktian (sumpah, pengakuan dll).

Sedangkan Kanun Brunei terdiri dari 47 pasal dan sekurang-kurangnya 29
pasal mengandung unsur-unsur Islam, diantaranya:
– pasal 4 : jinayah, bunuh, menikam, memukul, merampas, mencuri, menuduh dsb.
– pasal 5, 8 dan 41 : qishas
– pasal 7 dan 11 : pencurian
– pasal 12 dan 42 : perzinaan
– pasal 15 : pinjam meminjam
– pasal 18 : pinang meminang
– pasal 20 : tanah

– pasal 25 : perkawinan
– pasal 26 dan 27 : saksi
– pasal 28 : khiar dan pasakh nikah
– pasal 29 : thalak
– pasal 31 : jual beli
– pasal 33 : utang piutang
– pasal 34 : muflis dan sulhu
– pasal 36 : ikrar
– pasal 38 : murtad
– pasal 39 : syarat saksi
– pasal 44 : minuman keras dan mabuk

Selain itu hukum Brunei mencakup pelarangan khalawat (hubungan intim namun tidak sampai melakukan zina antara dua jenis kelamin diluar hubugan pernikahan), pasal 12 dan 14. Dan larangan mengkonsumsi minuman yang memabukkan. Berdasarkan data statistic yang dikeluarkan oleh pejabat agama, sepanjang bulan juli 2005 hingga april 2006 terdapat 389 kasus khalawat. Sebagian besar ditahan dan mendapat hukuman. Pejabat agama selalu melakukan razia makanan tidak halal dan mengandung alkohol. Mereka melakukan memonitoring kesejumlah restoran dan supermarket untuk memastikan bahwa yang mereka sajikan adalah makanan halal. Pegawai restoran yang ketahuan melayani muslim makan disiang hari ramadhan juga dapat diperkarakan dan dihukum.

Semenjak Brunei menjadi protektorat Inggris, maka di Brunei pada mulanya diberlakukan hukum Acara Pidana berdasarkan Hukum Acara Pidana Inggris/India 1898. Di dalamnya terdapat bab tentang nafkah istri, anak dan orang tua. Pada tahun 1912 telah diundangkan Hukum Islam, dilengkapi pada tahun berikutnya tentang perkawinan dan perceraian, yaitu pada tahun 1913.15

Pada tahun 1955 dengan berlakunya Undang-Undang Ugama dan Mahkamah Qadi 1955, maka UU 1912 dan 1913 dicabut ( pasal 205). Undang-Undang 1955 ini ketentuan-ketentuannya secara garis besar diambilkan dari UU yang sama yang sebelumnya telah diberlakukan di Malaysia.16 Undang-Undang 1955 ini kemudian disempurnakan pada tahun 1956, 1957, 1960, 1961, 1967. Perubahan tersebut juga sejalan dengan perubahan yang terjadi di Malaysia.

Pada tahun 1888 Brunei telah mengadakan perjanjian dengan Inggris dan
Brunei ditempatkan dibawah perlindungan Inggris da Sultan setyuju bahwa
hubungan luar negeri dikendalikan oleh InggIris. Tahun 1905 diadakan perjanjian baru yang menjadikan Brunei menjadi sistem residen dimana Inggeris masih  memberikan nasihat pada sultan, kecuali bidang agama dan adat istiadat.

Akibat perang Asia Pasific 1941 menyebabkan Brunei dikuasai Jepang (1941- 1945). Ekonomi-nya menjadi morat marit dan manyebabkan lahirnya semangat nasionalisme Brunei yang melahirkan Kesatuan Melayu Brunei. Pada tanggal 14 Maret 1959 diadakanlah perundingan dengan Ratu Elizabeth II mengenai masa

depan Brunei. Pada tanggal 29 September 1959 ditanda tanganilah perjanjian Perlembagaan tertulis Brunei, yang berisi tentang corak pemerintahan kerajaan sendiri yang demokratik secara berperingkat.

Urusan dalam negeri menjadi tangung jawab kerajaan dan urusan pertahanan dan luar negeri masih dalam perlindungan Inggeris. Sejak itu terjadilah perubahan- perubahan yang mendasar dalam hubungan antara Brunei dan Inggeris. Berdasarkan Perlembagaan Negeri Brunei 1959 ini ditetapkan bahwa agama resmi Brunei adalah Islam menurut ahlus Sunnah wa al-Jamaah mazhab Syafii. Pasal 44 konstitusi ini menyebutkan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan Sultan, termasuk dalam urusan agama Islam. Untuk menjalankan tugasnya dalam bidang agama, Sultan dibantu oleh ; Majlis Ugama Islam, Penasehat Ugama dan Jabatan Hal Ehwal Ugama.18 Majlis Ugama Islam, kewenangan dan tanggungbjawabnya adalah sebagai penasehat Sultan dalam bidang agama yang meliputi : membuat UU, memberikan fatwa dan menetapkan peraturan perUU-an buat orang Islam, mengurusi masalah kehakiman, peradilan, menangani masalah-masalkah amanah umat, masjid, perkawinan dan perceraian serta nafkah dan orang-orang masuk Islam. Sedangkan Penasehat Ugama tugasnya adalah membantu dan memberikan nasehat pada Sultan mengenai urusan agama Islam. Jabatan Hal Ehwal Ugama adalah sebagai petugas pelaksana hal ehwal agama dalam negeri; seperti penyuluhan agama dan penyebaran agama Islam bagi penduduk negeri.

Pada tahun 1960an politik Brunei berubah sehubungan dengan langkah yang diambil oleh Tunku Abdur Rahman Putra al-Haj menegnai pem,bentukan Malaysia yang meliputi negeri-negeri persekutuan Melayu, Sabah, Serawak. Singapura dan Brunei. Brunei memisahkan diri dari persekutiuan tersebut, sehingga Malaysia merdeka sendiri tahun 1963. Tahun 1967 Hasanal Bolkiah dinobatkan menjadi sultan menggantikan ayahandanya, dan 1 Agustrus 1968 beliau dilantik jadi Sultan. Pada awal tahun 1984 Inggris mengakhiri pengaruhnya di Brunei. Brunei kemudian mengumumkan bahwa mereka adalah negara Islam yang diatur menurut Syariah. Dewan Agama, kebiasaan negara dan UU Mahkamah Qadi 1955 menjadi lebih giat dilaksanakan, diikuti dengan peninjauan dan perubahan dalam bentuk Syariah dan pengaruh hukum Malaysia.

  • Penjelasan lebih rinci tentang hukum Islam di Brunei Darusalam

a. Pembatalan Pertunangan

Perbuatan membatalkan perjanjian pertunangan oleh pihak laki-laki yang dibuat baik secara lisan maupun secara tertulis yang dilakukan mengikuti hukum muslim, akan berakibat pada pihak laki-laki, yaitu harus membayar sejumlah sama dengan banyaknya mas kawin, ditambah dengan perbelanjaan yang diberikan secara suka rela untuk persiapan perkawinan. Apabila yang membatalkan perjanjian tersebut dari pihak perempuan, maka hadiah pertunangan harus dikembalikan bersama dengan uang yang diberikan dengan suka rela. Semua pembayaran baik yang digariskan tadi bisa didapatkan kembali melalui perkawinan. Hal ini tidak dijelaskan dalam fikih Syafi’i secara eksplisit.

b. Pendaftaran Nikah

Dalam Undang-undang Brunei orang yang bisa menjadi pendaftar nikah cerai selain kadi besar dan kadi-kadi adalah imam-imam masjid, disamping imam-imam itu merupakan juru nikah yang diberi tauliah untuk menjalankan setiap akad nikah. Orang biasa melangsungkan sebuah pernikahan adalah orang yang diberi kuasa (tauliah) oleh sultan atau yang diberi kuasa oleh hukum untuk orang Islam. Tetapi dalam hal kehadiran dan kebenaran pendaftaran juga diperlukan. Walaupun demikian pernikahan yang tidak mengikuti aturan ini tetap dilangsungkan (sah), tetapi menurut aturan hukum muslim dianggap sah dan hendaknya didaftarkan. Sedangkan yang dinamakan perkawinan yang tidak sah adalah perkawinan yang tidak mengikuti hukum madzhab yang dianut oleh kedua belah pihak. Aturan-aturan yang berlaku di atas merupakan reformasi hukum keluarga Islam yang sifatnya regulatory, karena dengan tidak adanya pencatatan dan pendaftaran tidak menyebabkan batalnya suatu perkawinan bahkan dalam hal ini ternyata di Brunei terasa lebih longgar dibanding dengan negara tetangganya, karena dengan tidak mendaftarkan perkawinan tersebut tidak merupakan suatu pelanggaran.

 

 

c. Wali Nikah

Persetujuan kedua belah pihak dalam perkawinan sangat diperlukan selain itu wali pengantin perempuan harus memberikan persetujuan atau kadi yang mempunyai kewenangan bertindak sebagai wali raja yaitu apabila tidak ada wali nasab atau wali naab tidak menyetujui dengan alasan yang kurang tepat hal ini juga terjadi di Malaysia, yang memberikan aturan tentang keharusan adanya izin wali dalam nikah. Jika tidak ada wali nasab atau wali tidak memberikan izin dengan alasan yang tidak masuk akal pengadilan dapat memberikan izin kepada orang lain untuk bertindak sebagai wali. Di Singapura aturan ini ditetapkan melalui ordonansi muslim 1957 yang memberikan otoritas kepada kadi untuk menyelenggarakan pernikahan seorang perempuan yang tidak mempunyai wali nasab, atau walinya tidak memberikan izin denagn alasan yang tidak masuk akal, asalkan tidak ada halangan berdasarkan hukum islam.

d. Perceraian yang dilakukan suami

Jika perempuan cerai sebelum disetubuhi maka ia tidak boleh dikawinkan dengan orang lain kecuali dengan suaminya yang terdahulu dalam masa iddah. Kecuali telah dibenarkan oleh kadi yang berkuasa dimana ia tinggal.

Dalam Undang-undang Brunei selanjutnya disebutkan bahwa bagi perempuan yang dicerai dengan talak tiga tidak boleh nikah lagi dengan suaminya yang terdahulu. Kecuali ia kawin dengan laki-laki lain denagn cara yang sah dan bersetubuh dengannya kemudian diceraikan dengan cara yang sah sesuai dengan undang-undang. Peraturan perceraian Brunei yang lainnya adalah seorang suami bisa menceraikan istrinya denagn talak 1, 2, 3, denagn hukum Muslim seorang suami mesti memberitahukan tentang perceraiannya kepada pendaftar dalam tempo 7 hari. Jika seorang perempuan yang sudah menikah bisa juga mengajukan permohonan cerai kepada kadi dengan mengikuti hukum muslim. Apabila suaminya rela hendaknya dia mengucapnya cerai. Kemudian didaftarkan dan kadi akan mengeluarkan akta perceraian kepada kedua belah pihak sebagai perbandingan di negara malaysia hukum yang berlaku ternyata membatasi kebebasan seorang suami muslim untuk menceraikan istriny, lain hal denag hukum yang berlaku di serawak, jika suami menuntut perceraian pada istrinya maka ketika dibuktikan bahwa ia tidak bersalah pengadilan akan memberikan waktu 15 hari untuk mempertimbangkan kembali seandainya waktu yang diberikan habis sedang ia masih dalam keputusannya maka di izinkan kepadanya untuk menceraikan istrinya dengan membayar denda.

e. Perceraian dengan talak tebus

Di Brunei juga diberlakukan aturan yang menyatakan bahwa jika pihak tidak menyetujui perceraian denagn penuh kerelaan maka kedua belah pihak bisa menyetujui perceraian dengan tebusan atau cerai tebus talak kadi akan menilai jumlah yang dibayar sesuai dengan taraf kemampuan kedua belah pihak tersebut. Serta mendaftarkan perceraian itu. Perceraian dengan cara ini ternyata berlaku juga di Malaysia.

f. Talak tafwid, fasakh dan perceraian oleh pengadilan

Perempuan di Brunei bisa memohon kepada Mahkamah Kadi untuk mendapatkan perceraian lewat fasakh. Yaitu suatu pernyataan pembubaran perkawinan menurut hukum Muslim pernyataan fasakh ini tidak akan dikeluarkan, kecuali mengikuti hukum Islam dan pihak perempuan dapat memberikan keterangan dihadapan sekurang-kurangnya dua saksi denagn mengangkat sumpah atau membuat pengakuan. Bagi para istri di Malaysia, pihak istri diberikan hak untuk mengajukan perceraian dengan alasan bahwa suaminya impoten sedangkan di Singapura pengadilan dapat menerima tuntutan dari kaum perempuan muslimah untuk mengadakan perceraian (fasakh) dan memutuskannya berdasarkan hukum keluarga Islam.

g. Hakam (Arbitrator)

Apabila selalu muncul masalah antara suami dan istri maka kadi bisa mengangkat seorang, dua orang pendamai atau hakam dari keluarga yang dekat dari masing-masing pihak yang mengetahui keadaannya. Kadi memberikan petunjuk kepada hakam untuk melaksanakan arbiterase dan harus melaksanakannya sesuai dengan hukum Muslim, apabila kadi tidak sanggup atau tidak menyetujui apa yang dilakukan oleh hakam kadi akan mengganti dan mengangkat hakam yang lain. Haruslah di angkat seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan, kedua hakam yang diangkat itu adalah orang yang terpercaya dengan persetujuan suami istri dan kedua suami istri itu mewakilkan kepada kedua hakam untuk kumpul lagi atau bercerai apabila kedua hakam itu berpendapat demikian.

h. Rujuk

Dalam Undang-undang ini disebutkan adanya rujuk setelah dijatuhkannya talak, yaitu apabila cerainya dengan talak satu atau dua. Tinggal bersama setelah bercerai mesti berlaku dengan kerelaan kedua belah pihak denagn syarat tidak melanggar hukum Muslim dan kadi harus mendaftarkan untuk tinggal bersama. Apabila perceraian yang bisa dirujuk kembali dilakukan dengan tanpa sepengetahuan istri maka ia tidak dapat diminta untuk tinggal bersama sampai diberitahukan tentang perkara itu. Kemudian jika setelah menjatuhkan talak yang masih bisa dirujuk kembali pihak suami mengucapkan rujuk dan pihak istri menerimanya, maka istri dapat diperintahkan kadi untuk tinggal bersama tetapi pihak tersebut tidak bisa dibuat sekiranya pihak istri tidak memberi kerelaan.

i. Nafkah dan tanggungan anak

Pembicaan nafkah hanya dipakai dlam tuntutan yang dibuat oleh orang Islam terhadap orang Islam yang lainnya. Yang termasuk kedalam ini adalah para istri, anak sah yang masih belum dewasa, orang yang tidak mampu membiayai (fiskal), orang yang berpenyakit dan anak diluar nikah. Tiga syarat ini bisa dijadikan tuntutan berdasarkan hukum Muslim yang dalam hal menentukan hak untuk nafkah. Dalam kasus anak diluar nikah, Mahkamah Kadi akan membuat ketentuan yang dianggap sesuai. Perintah bisa dikuatkan melalui Mahkamah Majistret atau Mahkamah Kadi Besar.

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan bab-bab sebelumnya yang telah dijelaskan , penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut :

  1. hukum Islam di Brunei Darussalam mengalami perubahan setelah adanya perjanjian-perjanjian dengan Inggris yang menyebabkan Inggris campur tangan dalam urusan kekuasaan kehakiman, keadilan, hukum serta perundang-undangan. Pelaksanaan hukum Islam secara khusus diserahkan kepada pemerintah Brunei, yang kemudian dilanjutkan dengan pembentukan mahkamah Syari’ah. Negara Brunei Darussalam mengakomodasi hukum Islam, adat, dan barat tetapi yang sering sekali digunakan adalah hukum Muslim (Islam). Pengambilan hukum Islam di brunei secara utuh dikembangkan dari mazhab Syafi’i dan sebagian besar bersifat regulatory, meskipun demikian ternyata pembaharuan hukum yang bersifat substansial tidak sejalan dengan Syafi’i sendiri bahkan dengan mazhab lain seperti masalah iddah yang belum disetubuhi oleh suaminya, kemudian ganti rugi batalnya perjanjian pertunangan. Kita ketahui hukum di Brunei dipengaruhi oleh Inggris melalui perjanjian-perjanjian sehingga memungkinkan Inggris campur tangan dan Brunei menjadi pemerintahan bergantung pada Inggris. Andaikan pada waktu itu Kesultanan Brunei tegas tidak lemah, serta mampu menangani konflik yang ada di negara brunei mungkin Bruneei menjadi negara-negara yang mempunyai undang-undang hukum Islam yamg kuat. Strategi kuatnya kekuatan negara dalam menghadapi persoalan menjadi hal yang penting di Brunei dan seluruh negara. Semoga Brunei terus-menerus melakukan pembaharuan hukum dan tidak menyimpang jauh dari hukum islam sehingga tidak tertinggal dwengan negara-negara lainnya dan diharapkan pengetahuan hukum Islam di brunei menjadikan kita lebih yakin dan percaya bahwa hukum Isalm yang kita gunakan adalah hukum yang benar yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-sunnah karena negara lain seperti Brunei berprinsip yang sama dengan umat Islam di Indonesia.
  2. Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak pemerintahan monarki absolut dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap seagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri.
  3. Brunei Darusalam merupakan negara bekas jajahan Inggris , mulai dari tahun 1888 hingga 1983, dan memperoleh kemerdekaan pada awal Januari 2011.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Dr.Helmiati,M.Ag , Dinamika Islam Asia Tenggara ( Pekanbaru : suska Press, 2008)

http://www.mail-archive.com/is-lam@milis.isnet.org/msg00598.html

http://www.scribd.com/doc/17067631/Dinamika-Hukum-Islam-Di-Brunei-Darussalam-Dr-Afifi

http://www.al-shia.org/html/id/service/Info-Negara-Muslim/Brunei Darussalam.htm


[1] P.M.Holt, Ann K.S.Lambton dan Bernard Lewis(ed.),The Cambridge History of Islam,(New York:Cambridge University Press, 1970), hlm.128-129.

[2] Nampaknya selama periode sultan pertama dan kedua, terdapat hubungan dagang dan hubungan kerajaan antara Brunai dan Cina, dmana pada periode itu, pangeran Ming, Ong Sum Ping (belakang dikenal dengan pangeran Maha Raja Lela) menikah dengan putri sultan Muhammad.

[3] From Wikipedia, the Free Encyclopedia.

[4] Brunai Darussalam Newsletter, 15july 1991, hlm 8

[5] Moeflich Hasbullah (ed.), Asia tenggara konsentrasi baru kebangkitan islam, hlm 249

[6] ibid

Kategori:SIAT
  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar